Hukum Kamma = Hukum Tentang Perbuatan Dan Akibatnya
-
Kamma adalah kata yang berasal dari bahasa Pali; Karma adalah kata yang berasal dari bahasa Sansekerta. Secara harfiah, Kamma atau Karma artinya perbuatan atau tindakan. Namun demikian, dalam ajaran Buddha tidak semua perbuatan dinamakan Kamma. Yang dimaksud Kamma adalah kehendak baik dan buruk (kusala dan akusala cetana), sebagaimana yang disabdakan oleh Buddha dalam Kitab Suci A?guttara Nik?ya, “Aku nyatakan, oh para bhikkhu, bahwa kehendak (cetana) itulah Kamma; dengan adanya kehendak maka seseorang melakukan perbuatan melalui badan jasmani, ucapan dan pikiran.” Perbuatan (Kamma) akan menghasilkan akibat (Vipaka), atau Buah (Phala). Tindakan yang dilakukan dengan tidak sadar, tidak disengaja atau tidak disadari, walaupun secara teknis merupakan perbuatan, tidak membentuk Kamma, karena kehendak (cetana), faktor terpenting dalam penentuan Kamma, tidak ada. Perkecualian adalah tindakan yang dilakukan oleh Buddha dan arahat yang disebut Kiriya, bukan Kamma, karena ketidaktahuan (avijja) dan nafsu keinginan (tanha) yang merupakan akar Kamma telah dibasmi total.
Penggolongan Kamma menurut fungsinya
Sesuai dengan fungsinya, Kamma dapat digolongkan menjadi empat sebagai berikut:
1. Janaka Kamma, Kamma Penghasil
2. Upatthambhaka Kamma, Kamma Penunjang
3. Upap?laka Kamma, Kamma Pelemah
4. Upagh?taka Kamma, Kamma Penghancur
1. Kelahiran berikutnya dikondisikan oleh Kamma baik atau buruk yang muncul pada saat kematian. Kamma semacam ini secara teknis dikenal sebagai Kamma Penghasil (Janaka Kamma). Kematian seseorang hanyalah ‘akhir sementara dari perwujudan sementara’. Walaupun bentuk yang sekarang ini hancur, bentuk lain yang tidak tepat sama dan juga bukan berbeda seluruhnya akan mewujudkan diri, sesuai dengan buah pikiran yang kuat pada saat kematian, karena kekuatan kamma yang terus menggerakkannya tidaklah habis dengan hancurnya badan jasmani. Proses pikiran terakhir inilah yang disebut “Kamma Penghasil”, yang menentukan keadaan seseorang dalam kehidupan yang selanjutnya. Biasanya proses pikiran terakhir bergantung pada kelakuan seseorang. Dalam beberapa kasus yang merupakan perkecualian, disebabkan karena keadaan yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan, pada saat kematian, seorang baik mungkin mengalami suatu pikiran buruk dan seorang jahat mengalami pikiran baik. Kelahiran berikutnya akan ditentukan oleh proses pikiran yang terakhir, terlepas dari kebiasaannya. Ini bukan berarti bahwa akibat perbuatan yang lalu akan dihapuskan. Mereka akan menghasilkan akibat yang tidak dapat dielakkan pada saat yang tepat.
2. Untuk membantu atau memelihara berbuahnya Kamma Penghasil, kamma lampau yang lain atau kamma yang sekarang mungkin ambil bagian. Kamma ini disebut Kamma Penunjang (Upatthambhaka Kamma).
3. Untuk melemahkan atau untuk merintangi Kamma Penghasil, kamma lampau yang lain atau kamma yang sekarang mungkin ambil bagian. Kamma ini disebut Kamma Pelemah (Upap?laka Kamma).
4. Ada kemungkinan bahwa kekuatan Kamma Penghasil dapat sepenuhnya ditiadakan oleh satu kamma lampau yang menentang kuat sekali, yang mencari kesempatan dengan bekerja secara tak terduga, seperti misalnya satu kekuatan yang dapat menghalangi lajunya sebuah anak panah dan menyebabkan jatuh ke tanah. Kekuatan seperti itu disebut Kamma Penghancur (Upagh?taka Kamma), yang lebih kuat dibandingkan dua yang tersebut di atas, karena Kamma Penghancur ini tidak hanya merintangi tetapi juga melenyapkan seluruh kekuatan.
Sebagai contoh dari bekerjanya keempat macam kamma tersebut di atas, dapat diambil kasus Bhikkhu Devadatta yang berusaha membunuh Sang Buddha dan yang menyebabkan perpecahan dalam Sa?gha. Kamma Penghasilnya yang baik menyebabkan kelahiran yang baik dalam keluarga raja. Kesenangan dan kesejahteraan yang berlanjut adalah karena bekerjanya Kamma Penunjang. Kamma Pelemah bekerja ketika ia menjadi sasaran penghinaan sebagai akibat dari pengucilannya dari Sa?gha. Akhirnya Kamma Penghancur membawa pada akhir penghidupannya yang menyedihkan.
Referensi:
The Buddha and His Teachings – Narada