PERLINDUNGAN BERUAS TIGA
Buddhaṁ Saraṇaṁ Gacchāmi, Dhammaṁ Saraṇaṁ Gacchāmi,Saṅghaṁ Saraṇaṁ GacchāmiAku berlindung kepada Buddha, Aku berlindung kepada Dhamma,Aku berlindung kepada Saṅgha
Namo Tassa Bhagavato Samm?sambuddhassa
Ketika kita hendak menjadi umat Buddha secara formal, langkah pertama adalah menyatakan bernaung/berlindung kepada Tiga Permata (Tiratana): Buddha, Dhamma, dan Sa?gha. Itu adalah suatu ungkapan keyakinan dan tekad untuk menjalani jalan Buddha. Sejak masa kehidupan Buddha, dengan menyatakan Tiga Pernaungan ini, seseorang dikatakan menjadi pengikut Buddha.
Mengapa Bernaung?
Jika kita mengamati dunia ini dengan cermat, kita akan melihat banyak kesakitan, penderitaan, dan keputusasaan yang dialami semua makhluk (Bentuk dari Dukkha Ariyasacca). Penderitaan yang muncul tidak semata-mata signifikan pada penderitaan itu sendiri. Ia memiliki nilai gejala, menunjuk pada beberapa penyakit yang tertimbun lebih dalam lagi yang mendasarinya. Penyakit ini terletak pada sikap kita terhadap dunia. Dengan melihat kondisi seperti itu, kita akan mencari jalan untuk menghentikan semua kondisi yang menyengsarakan ini (Bentuk dari Dukkhanirodhag?min? Pa?ipad? Ariyasacca), seperti seorang pengelana yang terperangkap dalam badai mencari tempat pernaungan. Jika dia menemukan tempat bernaung yang kokoh dan aman, dia akan memanggil orang lain yang juga bergelut dalam badai untuk turut bernaung. Begitu pula, seseorang memilih menjadi pengikut Buddha ketika dia mengerti siapa Buddha itu dan bagaimana Tiga Permata dapat menyediakan jalan untuk mengakhiri penderitaan. Terdorong rasa kasih sayang dan cinta kasih, dia juga mendorong orang lain untuk berbuat yang sama.
Buddha, Dhamma, dan Sa?gha dikenal sebagai Tiga Permata karena mereka mewakili sifat-sifat yang luar biasa dan tak ternilai. Begitu kita menyadari sifat-sifat unik ini, setelah melakukan pertimbangan secara hati-hati, dan yakin bahwa Tiga Permata dapat membawa kita pada Kebahagiaan Sejati dan Pencerahan, kita menyatakan bernaung di dalam-Nya. Oleh karena itu, ini bukan hanya keimanan belaka, namun dengan sikap pikiran terbuka dan semangat bertanya, kita mulai menjalankan ajaran Buddha.
Pernaungan Terhadap Buddha
Kata "Buddha" berarti 'Yang Tercerahkan Sepenuhnya' atau 'Yang Sadar'. Ini adalah julukan yang diberikan kepada mereka yang telah mencapai Pencerahan Sempurna. Pengikut Buddha mengakui Buddha sebagai perwujudan Moralitas tertinggi, Konsentrasi terdalam, dan Kebijaksanaan sempurna. Buddha juga dikenal para pengikut-Nya sebagai "Yang Sempurna" karena Ia telah membasmi segala keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin, telah mengatasi semua tindakan buruk, mengakhiri segala penderitaan di dalam dirinya.
Buddha adalah sosok yang tercerahkan sepenuhnya karena Ia telah menyadari Kebenaran dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Melalui Kebijaksanaan-Nya yang sempurna, Ia mengetahui apa yang baik dan apa yang tidak baik bagi setiap orang. Karena Kewelasan-Nya, Ia menunjukkan kepada kita jalan menuju Kebahagiaan Sejati.
Perilaku teladan, Kebijaksanaan sempurna, dan Kewelasan tanpa batas Buddha membuat-Nya menjadi guru yang luar biasa. Dengan cara-cara piawai, Ia mampu menggapai para pengikut-Nya sehingga mereka dapat memahami ajaran-Nya.
Pernaungan Terhadap Dhamma
Ada tiga tingkat untuk pergi kepada Dhamma, ajaran Buddha
1.Pariyatti: mempelajari sabda-sabda Buddha seperti yang tercatat di dalam Kitab Suci Disiplin, Khotbah-Khotbah, dan Abhidhamma.
2.Patipatti: mengikuti praktik kebajikan moral, konsentrasi, dan kebijaksanaan yang berasal dari pembelajaran seseorang terhadap Kitab Suci.
3.Pativedha: Pembebasan.
Terkadang seseorang belajar Dhamma dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga cara:
1.Alagaddupama-pariyatti: belajar seperti ular air.
2.Nissaranattha-pariyatti: belajar demi pembebasan.
3.Bhandagarika-pariyatti: belajar untuk menjadi seorang penjaga gudang.
Belajar seperti ular air berarti mempelajari kata-kata Buddha tanpa kemudian mempraktikkannya, tanpa memiliki rasa malu saat berbuat jahat, tidak mematuhi vinaya/tata tertib, membuat dirinya seperti kepala-ular berbisa, penuh dengan api keserakahan, kemarahan, dan kebodohan batin.
Belajar demi pembebasan berarti mempelajari ajaran Buddha karena didorong keinginan akan jasa kebajikan dan kebijaksanaan, dengan keyakinan dan penghargaan yang tinggi karena nilai mereka dan kemudian, saat kita telah mencapai suatu pemahaman, membawa pemikiran, ucapan, dan perbuatan kita sejalan dengan ajaran-ajaran tersebut dengan penuh rasa kagum dan rasa hormat. Berusaha membawa ajaran Buddha agar sejalan dengan diri kita sendiri adalah pendekatan yang salah karena, pada sebagian besar, kita dipenuhi dengan kekotoran batin, nafsu keinginan, pandangan-pandangan, dan kesombongan. Apabila kita bertindak dengan cara seperti ini, kita pasti akan lebih sering salah dibandingkan mereka yang berusaha membawa diri mereka menjadi sejalan dengan ajaran: Orang-orang semacam ini amat sulit ditemukan kesalahannya.
Belajar untuk menjadi seorang penjaga gudang mengacu kepada pendidikan orang-orang yang tidak lagi harus dilatih, yaitu, para arahat, tingkat tertinggi dari Yang Mulia. Beberapa arahat, ketika mereka masih merupakan seperti orang-orang biasa, mendengar Dhamma secara langsung dari Buddha sekali atau dua kali dan langsung mampu mencapai pencapaian tertinggi. Dalam kasus ini, mereka kekurangan pengetahuan yang luas tentang konvensi-konvensi dan tradisi-tradisi duniawi; dan karenanya, dengan tujuan untuk memberikan manfaat pada Buddhis-Buddhis lainnya, mereka bersedia untuk menjalani sejumlah pendidikan yang lebih lanjut. Cara belajar Dhamma seperti ini disebut sikkha-garavata: rasa hormat pada pelatihan.
Buddha mengajarkan Dhamma (ajaran mengenai Kebenaran) semata-mata karena rasa Kewelasan-Nya kepada semua makhluk yang menderita dalam siklus kelahiran dan kematian. Oleh karena itu, Dhamma bersifat pembuktian dan praktik dalam hidup sehari-hari. Dhamma diajarkan dengan baik, bersifat murni, dan terang bagai cahaya yang mengenyahkan kegelapan. Dhamma yang dipelajari dan dijalankan akan membawa banyak manfaat, baik saat ini maupun masa yang akan datang.
Pernaungan Terhadap Sa?gha
Sa?gha adalah komunitas para pabbajita yang menjalani kehidupan selibat, yang berlatih pandangan terang terhadap sifat sejati segala sesuatu. Kehidupan dan pencapaian mereka menunjukkan kepada yang lain bahwa kemajuan dalam jalan Pencerahan adalah suatu hal yang memungkinkan.
Selain itu, umumnya Sa?gha juga merujuk pada empat kelompok, yaitu biarawan (bhikkhu), biarawati (bhikkhuni), pengikut awam pria (upasaka), dan pengikut awam wanita (upasika), walaupun "Sa?gha" biasanya dimaksudkan untuk merujuk biarawan dan biarawati yang telah melepaskan kehidupan keduniawian untuk berlatih dan mengajar Dhamma sepanjang waktu. Bhikkhu dan bhikkhuni dihormati karena perilaku mereka yang baik dan pengalaman mereka dalam praktik spiritual. Mereka juga dihormati karena ketekunan, perhatian murni, dan ketenangan mereka. Bijaksana dan terpelajar, mereka dapat menjadi guru Dhamma, bagai sahabat terpercaya yang mengilhami kita sepanjang jalan praktik.
Pengikut awam menerima Empat Kebenaran Mulia dan ajaran-ajaran Buddha lainnya, serta mencari Kebahagiaan dan Pencerahan sebagai tujuan umum dalam kehidupan mereka. Mereka juga memegang teguh nilai-nilai moral. Oleh karena itu, seorang pengikut Buddha juga dapat meminta bantuan dan saran kepada pengikut lainnya kala diperlukan.
Perjalanan Menuju Pencerahan
Untuk lebih memahami gagasan pernyataan pernaungan, bayangkan seorang pelancong yang ingin mengunjungi sebuah kota yang jauh dan tidak pernah dikunjunginya. Dia akan membutuhkan penunjuk jalan, sebuah jalan untuk ditelusuri, dan bahkan teman seperjalanan. Pengikut Buddha yang berusaha mencapai Kebahagiaan Sejati dan Pencerahan adalah seperti pelancong ini. Buddha adalah penunjuk jalannya, Dhamma adalah jalannya, dan Sa?gha adalah teman seperjalanannya.
Manfaat Pernyataan Pernaungan
Menyatakan Tiga Pernaungan/ perlindungan adalah langkah pertama dalam jalan menuju Pencerahan. Setelah itu, melalui perilaku moral, pengembangan batin, dan kendali diri, Kebijaksanaan dan kasih sayang dapat dicapai. Bahkan jika Pencerahan tidak tercapai dalam kehidupan ini, seseorang yang menyatakan pernaungan kepada Tiga Permata dapat dikatakan memiliki kondisi yang menguntungkan untuk bertemu dengan Tiga Permata lagi, yang akan membantu pencapaian Pencerahan pada kehidupan-kehidupan selanjutnya. Seperti di dalam syair Dhammapada 25 berikut ini:
Dengan usaha, kesungguhan dan kontrol-diri, hendaklah orang bijaksana membuat sebuah pulau bagi dirinya sendiri, yang tidak dapat ditenggelamkan oleh banjir apa pun.
Referensi:
1. Buku Paritta Suci, Penerbit: Yayasan Sa?gha Therav?da Indonesia
2. Buku Perlindungan Beruas Tiga, Penerbit: vijjakumara
3. Dhammapada A??hakath?, Penerbit: Insight