Merealisasi Sifat Kedermawanan
Abhittharetha kalyāṇe, pāpā cittaṃ nivāraye;Dandhañhi karoto puññaṁ, pāpasmiṁ ramatī mano, ti.Bergegaslah berbuat kebajikan; dan kendalikan pikiranmu dari kejahatan.Barang siapa lamban berbuat baik, maka pikirannya akan senang dalam kejahatan.(Dhammapada, Pāpa Vagga Syair 116)
Dana merupakan perbuatan memberi dan langkah awal yang penting di dalam praktik Buddhis. Berdana memiliki nilai yang penting dalam agama Buddha untuk pelepasan. Dalam pelaksanaan berdana seseorang mengembangkan sifat kedermawanan (caga), bentuk dasar dari pengorbanan untuk menghilangkan kekikiran (macchariya) yang mementingkan diri sendiri. Dana berasal dari bahasa P??i adalah D?na yang bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia, berarti dana, pemberian. Sedangkan kegiatan yang berkaitan dengan pemberian dana disebut berdana. Dana dalam ajaran Buddha berperan sebagai landasan yang paling dasar dan mempunyai peranan yang sangat penting.
Dana berada pada posisi pertama dalam pembabaran Khotbah Dhamma secara bertingkat, dimulai dari khotbah tentang memberi, khotbah tentang perilaku bermoral, khotbah tentang alam surga juga menjelaskan tentang bahaya, kesia-siaan, dan keburukan dari nafsu Indrawi, dan manfaat pelepasan atas nafsu Indrawi tersebut. Mengapa praktik berdana ini berada pada posisi pertama? Hal ini disebabkan; praktik ini telah dikenal secara umum oleh semua orang, merupakan praktik yang paling mudah. Berdana adalah suatu perbuatan yang paling mudah untuk kita laksanakan. Siapa saja dapat berdana, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa; mulai dari orang kaya sampai orang miskin sekalipun. Dana pun tidak dipaksakan, hanya dianjurkan sebagai kebajikan awal sebelum melakukan kebajikan yang lain.
Jika orang mengetahui manfaat-manfaat moral dari berdana, maka dia akan rajin menggunakan kesempatan yang ada untuk mempraktikkan kebajikan yang besar ini. Suatu saat Sang Buddha pernah mengatakan bahwa para bhikkhu, jika makhluk hidup mengetahui, seperti apa yang kami ketahui, kegunaan berdana, mereka tidak akan menikmati hasilnya tanpa membagi, juga tak akan mereka membiarkan sifat kikir menodai pikirannya. Walaupun potongan makanan terakhir bahkan butir makanan terakhir, tak ternikmati oleh mereka tanpa membagi-baginya pada yang memerlukan. Tetapi, para bhikkhu, karena makhluk hidup tak tahu, seperti apa yang kami ketahui, kegunaan daripada berdana, sehingga mereka menikmatinya sendiri tanpa memberi, dan sifat kikir pun menghantui dan menodai pikiran-nya. Itulah arti dari apa yang disabdakan Sang Bhagav?. Inilah arti dari sabdanya ini: Jika makhluk hidup memahami, seperti apa yang dikatakan orang suci, betapa besarnya hasil, buah dari perbuatan memberi, menghapus sifat kikir yang menodai, pikiran pun akan menjadi suci, para Ariya menerima sepenuh hati, yang membuat besar buah dari memberi. Setelah memberi makanan persembahan, pada mereka yang patut dihormat, pemberi akan peroleh hasilnya, di akhir kehidupan menuju alam bahagia, Ketika tiba saat di alam surga, pemberi akan hidup berbahagia, mereka akan senang dan menikmatinya, hasil dari ketidakegoisannya. (Itivuttaka 26, Dana Sutta).
Dengan senantiasa berdana, maka akan terbina sifat kemuliaan yang tak terkira. Seberapa pun orang yang hatinya kikir menginginkan pergi ke alam dewa, tetap tidak akan bisa selama kekikirannya tidak dia lenyapkan. Namun Sang Buddha menegaskan bahwa sesungguhnya orang kikir tidak dapat pergi ke alam dewa. Orang bodoh tidak memuji kemurahan hati. Akan tetapi orang bijaksana senang dalam memberi, dan karenanya ia akan bergembira di alam berikutnya. (Dhammapada, Loka Vagga Syair 177).
Dalam Aditta Sutta dikisahkan ketika rumah seseorang terbakar, peti yang dibawa keluar adalah yang berguna, bukan yang dibiarkan terbakar di dalam. Maka ketika dunia terbakar oleh api usia tua dan kematian, seseorang harus mengeluarkan kekayaannya dengan memberi: Apa yang diberikan akan terselamatkan dengan baik. Apa yang diberikan menghasilkan buah yang menyenangkan, tetapi tidak demikian dengan apa yang tidak diberikan. Para pencuri mengambilnya, atau para raja, terbakar oleh api atau hilang. Kemudian pada akhirnya seseorang meninggalkan jasmani bersama dengan harta miliknya. Setelah memahami hal ini, orang bijaksana harus bersenang-senang tetapi juga memberi. Setelah memberi dan menikmati sesuai keinginannya, tanpa cela ia pergi menuju alam surga. Sang Buddha sangat menganjurkan perumah tangga untuk berdana. Berdana bagaikan membawa harta keluar, dan hal yang dibawa keluar, adalah hal yang berguna. Hal tersebut bahkan sebenarnya bisa menyelamatkan harta kita, alih-alih menganggapnya sebagai kerugian. Apa yang tidak dibawa keluar merupakan kerugian yang sebenarnya.
Referensi :
-Dhammadh?ro, Bhikkhu. 2014. Pustaka Dhammapada P?li Indonesia. Tangerang Selatan: Sa?gha Therav?da Indonesia.
-https://legacy.suttacentral.net/pi/dhp#12 diakses 14 November 2018
-https://legacy.suttacentral.net/id/iti26 diakses 14 November 2018