x

Perilaku Anak Kepada Orangtua Yang Membawa Kebahagiaan Pada Kehidupan Saat Ini

Yo mataram pitaram va, macco dhammena posati,
Taya nam paricariyaya, matapitusu pandita,
Idheva nam pasamsanti, pecca sagge pamodati’ ti.

Ketika seseorang dengan benar menyokong orangtuanya, karena pelayanan ini terhadap mereka, para bijaksana memujinya di sini di dunia ini, dan setelah kematian ia bergembira di alam surga.
(Matuposaka Sutta, Samyutta Nikaya 7.19)


    DOWNLOAD AUDIO

Suatu keberuntungan dapat terlahir menjadi manusia adalah suatu pernyataan yang sering kita dengar. Umat Buddha sudah begitu akrab mendengar kata tersebut. Walaupun terkesan berlebihan, memang begitulah kenyataannya bahwa dapat terlahir menjadi manusia adalah suatu berkah, suatu keberuntungan bagi kita. Bagaimanapun jika mengacu pada Dhamma, untuk terlahir menjadi manusia adalah sangat sulit. Sulitnya terlahir menjadi manusia disampaikan Sang Buddha di dalam Kitab Suci Dhammapada Syair 182 yaitu kiccho manussapatilabho” yang memiliki arti “mendapat kelahiran sebagai manusia adalah sulit”. Selain di dalam Kitab Suci Dhammapada, sulitnya terlahir menjadi manusia juga dapat ditemukan di dalam Kitab Suci Samyutta Nikaya, Manussacutiniraya Sutta (SN 56.102). Dalam sutta tersebut Sang Buddha memberikan suatu pernyataan kepada para bhikkhu bahwa hanya sedikit makhluk yang ketika meninggal dapat terlahir kembali menjadi manusia. Sang Buddha memberikan perbandingan tentang sulitnya terlahir menjadi manusia adalah seperti tanah yang diambil Sang Buddha dengan ujung kuku jari dan membandingkan dengan tanah yang terdapat di bumi, seperti itulah untuk dapat terlahir kembali menjadi manusia ibarat tanah yang ada di ujung kuku jari Sang Buddha, sedangkan makhluk yang ketika meninggal terlahir kembali ke alam neraka jauh lebih banyak, seperti tanah yang terdapat di bumi. Maka secara Dhamma, sekarang kita yang dapat terlahir menjadi manusia karena memiliki kebajikan yang besar.

Rasa berterima kasih kepada diri sendiri patut dikembangkan karena berkat jasa kebajikan yang kita miliki mampu mengondisikan diri kita terlahir menjadi manusia. Selain rasa berterima kasih kepada diri sendiri, rasa terima kasih kepada kedua orangtua juga wajib ditumbuhkan. Sebesar apa pun jasa kebajikan yang kita miliki, tanpa adanya ibu dan ayah, kita tidak akan pernah dapat terlahir menjadi manusia. Ibu dan ayah adalah dua orang manusia yang memiliki jasa paling besar dalam kehidupan kita. Jika ada ungkapan bahwa surga ada di telapak kaki seorang ibu, itu menegaskan kembali bahwa seorang ibu memiliki jasa yang begitu besar bagi kehidupan anak-anak mereka. Ibu dan ayah memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kehidupan anak-anak mereka. Sejak masih dalam kandungan hingga dewasa, ibu dan ayah menjadi orang yang paling sering berada di sisi kita.

Orangtua merupakan orang pertama yang mengenalkan kita tentang kehidupan. Mengurusi, menyekolahkan, mengajarkan kita tentang kehidupan, memberikan kita makan dan minum adalah beberapa contoh nyata tindakan kebaikan yang dilakukan orangtua kepada anak-anaknya. Karena itu di dalam Anguttara Nikaya,Brahma Sutta(AN 4.63), Sang Buddha menyebut orangtua adalah guru pertama (pubba-cariya) bagi anak-anak mereka. “Para bhikkhu, keluarga-keluarga itu berdiam dengan guru-guru pertama, di mana di rumah ibu dan ayah dihormati oleh anak-anak mereka“. Di dalam sutta yang sama, Sang Buddha juga menyebut orangtua seperti Brahma yang layak untuk dihormati. Kenapa orangtua disebut seperti Brahma? Karena orangtua juga memiliki 4 (empat) sifat luhur seperti yang dimiliki Brahma yaitu cinta kasih (metta), kasih sayang (karuna), simpati (mudita), dan keseimbangan batin (upekkha).

Cinta kasih orangtua kepada anak mereka ditujukan bahkan ketika anak masih berada di dalam kandungan. Orangtua akan selalu mengharapkan anaknya yang berada di kandungan agar sehat dan lahir dengan selamat. Bahkan seorang ibu rela mengorbankan jiwanya untuk melindungi anak-anak mereka. Ketika telah lahir dengan selamat, maka kebahagiaan terpancar pada diri orangtua. Tidak jarang karena dorongan kasih sayang, orangtua rela menderita. Ketika anak menangis karena celananya basah, orangtua dengan kasih sayang secepatnya mengganti dengan celana yang kering. Ketika melihat anak-anak mereka bermain dengan riang gembira, orangtua juga akan ikut larut dalam kebahagiaan. Demikian juga, ketika waktunya anak sudah menikah dan harus berpisah karena untuk membina rumah tangganya sendiri, orangtua akan senantiasa mengembangkan keseimbangan batin walaupun sulit karena berpisah dengan yang dicintai dan disayangi.

Kita telah mengetahui begitu besar jasa budi orangtua. Lalu pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara terbaik seorang anak berperilaku kepada orangtua mereka? Dalam Putta Sutta bagian dari Anguttara Nikaya (AN 5.39) Sang Buddha menjelaskan bahwa ibu dan ayah menginginkan seorang putra terlahir dalam keluarga mereka karena lima hal, yaitu:

  • Setelah disokong oleh kita, ia akan menyokong kita,
  • Atau ia akan melakukan pekerjaan untuk kita,
  • Silsilah keluarga akan berlanjut,
  • Ia akan mengurus warisan kita,
  • Atau ketika kita meninggal dunia, ia akan memberikan persembahan mewakili kita.

Lebih lanjut Sang Buddha menjelaskan bahwa dengan mempertimbangkan lima hal tersebut, orang-orang bijaksana menginginkan seorang putra. Oleh karena itu, orang-orang baik yang bersyukur dan menghargai, menyokong ibu dan ayah mereka, mengingat bagaimana mereka membantunya di masa lalu; orang-orang itu melakukan pekerjaan untuk mereka seperti yang mereka lakukan kepadanya di masa lalu. Dengan mengikuti nasihat mereka, memelihara mereka yang mengasuhnya, melanjutkan silsilah keluarga, memiliki keyakinan dan bermoral, putra ini layak dipuji. Setelah seorang anak telah memahami harapan orangtua tersebut, maka menyokong orangtua pada waktu yang tepat, melakukan pekerjaan ketika orangtua sudah mulai tidak mampu bekerja, menjaga silsilah keluarga, menjaga warisan dan menggunakan warisan tersebut dengan baik dan melakukan persembahan jasa kebajikan ketika orangtua sudah meninggal adalah perilaku terbaik yang dapat dilakukan anak-anak kepada orangtuanya. Seorang anak yang memiliki lima perilaku tersebut, orang bijaksana memujinya sebagai anak yang berperilaku baik. Pernyataan tersebut juga dijelaskan Sang Buddha di dalam Samyutta Nikaya 7.19 “ketika seseorang dengan benar menyokong orangtuanya, karena pelayanan ini terhadap mereka para bijaksana memujinya di sini di dunia ini, dan setelah kematian ia bergembira di alam surga“.

Seorang anak yang berperilaku baik kepada orangtua mereka, setelah kematian di dunia ini dapat mengantarkannya untuk terlahir di alam bahagia. Pernyataan tersebut dijelaskan Sang Buddha di dalam TakkalaJataka “Vasitakha, barang siapa yang dengan makanan dan minuman, memberi makan kepada ibu dan ayahnya, ketika tubuhnya kembali terurai menjadi tanah, ia akan terlahir di alam surga di kehidupan selanjutnya tanpa diragukan kembali”. Tentu hukum kebenaran akan berlaku sebaliknya, “ketika seorang anak melukai dengan niat jahat terhadap ibu dan ayah mereka yang tidak bersalah, maka setelah tubuhnya terurai kembali menjadi tanah, ia akan berada di alam neraka di kehidupan selanjutnya tanpa diragukan lagi“.

Dengan memahami bahwa budi jasa orangtua begitu besar, maka seorang anak yang berperilaku baik tidak mengabaikan kesejahteraan orangtua mereka. Seorang anak hendaknya senantiasa menyokong ibu dan ayah mereka, melakukan pekerjaan untuk mereka, menjaga silsilah keluarga, menjaga warisan dengan baik dan ketika ibu dan ayah mereka telah meninggal, seorang anak melakukan jasa kebajikan atas nama mereka. Sang Buddha menyatakan bahwa “merawat ibu dan ayah seorang ditetapkan oleh para bijaksana, ditetapkan oleh orang-orang baik“(Pandita Sutta AN 3.45). Demikianlah dengan berperilaku baik kepada ibu dan ayahnya, dapat mengantarkan seorang anak mendapatkan kebahagiaan pada kehidupan saat ini di dunia ini dan kebahagiaan pada kehidupan selanjutnya.

Referensi:

Dibaca : 16541 kali