x

KETIKA ORANG MEMBICARAKAN KITA

Abhutavadi nirayam upeti.
Ia yang biasa menuduhkan hal tidak benar akan masuk neraka.

(Dhammapada. 306)


    DOWNLOAD AUDIO

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

Membesar-besarkan kesalahan dan keburukan orang lain sudah biasa ditemui, begitulah jawaban Sang Buddha pada Mendaka, ketika Mendaka memberitahu petapa lain mengatakan hal-hal buruk tentang Sang Buddha (Dhammapada Atthakatha. Syair 252). Sang Buddha juga berkata ‘noda orang lain mudah dilihat, noda sendiri, sebaliknya sulit dilihat' (Dhammapada 252). Pernyataan ini mengingatkan kita pada peribahasa yang kita dengar di masyarakat ‘gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak’. Perlakuan seburuk apa pun pada Sang Buddha, tidak berpengaruh, karena batin Sang Buddha sudah bersih dari kemarahan, kekesalan, dan dendam. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika kita yang dibicarakan? Diam-diam tetangga, sahabat bahkan keluarga membicarakan keburukan kita, membicarakan keburukan keluarga kita, apa yang akan kita lakukan, apakah menyerang balik?

  • Melihat ke dalam diri

Sebelum kita melihat orang lain, ada baiknya melihat ke dalam diri. Jika mereka berbicara memang sesuai kenyataan, pernah kita lakukan, baik melalui ucapan dan perbuatan jasmani. Menerima dan bertekat memperbaiki diri adalah perilaku terpuji. Memperbaiki diri juga dilakukan Yang Mulia Nanda. Karena teringat istrinya Putri Janapadakalyani, Yang Mulia Nanda bosan dan ingin lepas jubah. Sang Buddha mendengar kabar tersebut, memanggil dan mengatakan kepada Yang Mulia Nanda, bahwa ia akan mendapatkan bidadari yang lebih cantik jika tetap menjadi bhikkhu. Pangeran Nanda pun tetap menjadi bhikkhu. Karena menjadi bhikkhu hanya untuk mendapatkan bidadari, para bhikkhu menertawakannya dan memanggilnya sebagai bhikkhu bayaran. Mendengar para bhikkhu memanggilnya sebagai bhikkhu bayaran, Yang Mulia Nanda menjadi malu, praktik Dhamma dengan keras dan akhirnya mencapai arahatta (Dhammapada Atthakatha.Syair 13 dan 14).

  • Setiap orang memiliki masalah yang sama

Sulit menemukan orang yang tidak pernah dicela. Maka berharap agar semua orang baik kepada kita, hanya menambah kekecewaan. Yang Mulia Revata, Yang Mulia Sariputta dan Yang Mulia Ananda juga tidak luput dari celaan. Para Siswa Mulia ini pernah dicela Atula (Dhammapada Atthakatha. Syair 227, 228, 229, 230). Sang Buddha menyatakan ‘Mereka mencela ia yang diam,
mencela ia yang banyak bicara dan mencela ia yang bicara secukupnya. Tiada siapa pun di dunia bebas dari celaan’ (Dhammapada 227).

  • Semua akan berlalu

Perlakuan buruk yang kita terima akan berlalu dengan berjalannya waktu. Pada waktu tertentu kita akan dicela, di kesempatan lain, kita juga akan menemukan orang yang mendukung dan memberi semangat. Belum pernah ada, akan tidak ada, dan tidak ada di saat ini, seseorang yang melulu mendapat celaan atau melulu mendapat pujian (Dhammapada 228).

  • Mengabaikannya

Menanggapi semua yang dikatakan orang lain, hanya akan melelahkan. Ada kalanya kita mengabaikan dan tidak memperhatikannya. Apalagi jika perkataan tersebut ucapan buruk. ‘Seseorang semestinya tidak mengacuhkan tutur kata menyeramkan orang lain (Dhammapada 50). Kata menyeramkan mengarah ke pengertian menyakitkan telinga atau menyakitkan hati.

  • Menerapkan gagasan kepemilikan kamma

Merenungkan tentang kepemilikan kamma juga patut dikembangkan. Aku adalah pemilik kammaku, pewaris kammaku; aku memiliki kamma sebagai asal-mula, kamma sebagai sanak-saudara, kamma sebagai pelindungku; aku akan menjadi pewaris kamma apa pun, baik atau buruk, yang kulakukan. Merenungkan kepemilikan kamma, mencegah kita melakukan ucapan buruk seperti yang dilakukan orang lain (Anguttara Nikaya 5. 57).

Menjaga agar batin tetap tenang saat orang membicarakan kita adalah sulit. Tetapi sesulit apa pun, kita tetap harus belajar. Kita dibicarakan, kita tidak sedang melakukan perbuatan buruk. Ketika kita membicarakan keburukan orang lain, pada saat itu kita sedang melakukan perbuatan buruk. Ia adalah seorang penggosip, ia berbicara di waktu yang salah, mengatakan apa yang bukan fakta, mengatakan hal yang tidak berguna, mengatakan hal yang berlawan dengan Dhamma dan Disiplin; pada waktu yang salah ia mengucapkan kata-kata yang tidak berguna, tidak masuk akal, melampaui batas, dan tidak bermanfaat adalah jenis ucapan tidak sesuai Dhamma, perilaku tidak baik (Majjhima Nikaya 41). Mereka yang suka membicarakan keburukan orang lain adalah orang jahat. Seorang yang jahat mengungkapkan kesalahan-kesalahan orang lain bahkan ketika tidak ditanya kesalahan-kesalahan itu, apalagi ketika ditanya, maka akan membicarakan kesalahan-kesalahan orang lain tanpa sela dan pengurangan (Anguttara Nikaya 73). Dan mereka yang terbiasa membicarakan keburukan orang lain, berbicara tidak benar akan menderita. Ia yang biasa menuduhkan hal tidak benar akan masuk neraka (Abhutavadi nirayam upeti) (Dhammapada 306).

Bhikkhu Kokalika adalah salah satu contoh. Didasari kekesalan, ia berkata pada Sang Bhagava bahwa Bhante Sariputta dan Bhante Moggallana memiliki keinginan jahat dan dikuasai keinginan jahat. Walaupun Sang Bhagava menjawab, bahwa Bhante Sariputta dan Bhante Moggallana memiliki perilaku baik, Bhikkhu Kokalika tetap mengulangi perkataannya sampai tiga kali, bahwa Bhante Sariputta dan Bhante Moggallana memiliki keinginan jahat dan dikuasai keinginan jahat. Setelah ia bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagava, tidak lama setelah pergi, seluruh tubuhnya menjadi dipenuhi oleh bisul. Bisul tersebut semula berukuran sebesar biji moster, membesar menjadi sebesar biji kacang hijau dan semakin lama semakin membesar hingga sebesar buah maja yang sudah matang. Bisul-bisul itu pecah, memancarkan nanah dan darah. Bhikkhu Kokalika hanya berbaring di atas daun pisang seperti ikan yang telah menelan racun. Setelah itu ia meninggal karena penyakit itu, dan karena kekesalannya pada Bhante Sariputta dan Bhante Moggallana, setelah kematiannya lahir di neraka seroja-merah (Anguttara Nikaya 10.89).

Menyadari betapa mengerikan akibat buruk dari perkataan tidak benar, orang bijak menjaga ucapannya. Seandainya pun perkataan itu benar, bermanfaat tetapi tidak disukai orang lain, kita harus hati-hati mengucapkannya. ‘kata-kata yang diketahui oleh Sang Tathagata sebagai benar, tepat dan bermanfaat, tetapi tidak disukai dan menyenangkan bagi orang lain; Sang Tathagata mengetahui waktunya untuk mengucapkan kata-kata itu’ (Majjhima Nikaya 58).

Orang lain bisa saja akan bergosip, membicarakan keburukan orang lain, tetapi di sini kita harus menghindari gosip, menghindari membicarakan keburukan orang lain. Mari melatih diri menghindari gosip, menghindari membicarakan keburukan orang lain dan menghindari kata-kata tanpa kebenaran. Semoga kita maju dalam Dhamma, semoga cita-cita luhur kita dapat tercapai.

Pustaka Rujukan.

  • Bhikkhu Dhammadhiro (penerjemah). 2014. Pustaka Dhammapada Pali - Indonesia. Jakarta: Sangha Theravada Indonesia.
  • Dharmakusuma dan Tim Penerjemah Vidyasena (penerjemah). 2003. Dhammapada  Atthakatha Yogyakarta; Vidyasena Vihara Vidyaloka.
  • Indra Anggara (penerjemah). 2013. Majjhima Nikaya. Jakarta: DhammaCitta.
  • Indra Anggara (penerjemah). 2015. Anguttara Nikaya. Jakarta: DhammaCitta.

Dibaca : 16674 kali