TERJAJAH OLEH KILESA
Yo sahassam sahassena, sangame manuse jine.
Ekanca jeyyamattanam, sa ve sangamajuttamo.
Walaupun seseorang dapat menaklukkan ribuan musuh dalam ribuan kali pertempuran,
namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri.
(Dhammapada, Sahassa Vagga: 103)
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Hari ini Minggu tanggal 15 Agustus 2021, artinya dua hari lagi, masyarakat Indonesia akan mengenang kembali peristiwa bersejarah yang terjadi pada 76 tahun yang lalu yaitu kemerdekaan negara kita tercinta Indonesia. Kemerdekaan tersebut adalah hasil perjuangan para pahlawan bangsa yang mempertaruhkan jiwa dan raga. Akan tetapi, walaupun telah lama terbebas dari penjajahan bangsa asing, tetapi saat ini bangsa kita memiliki tantangan yang besar yaitu menaklukkan keegoisan yang mementingkan keuntungan pribadi dan kelompoknya sendiri yaitu seperti masih adanya ketidakadilan, kekerasan, korupsi dan intoleransi.
Dalam Dhamma, seseorang yang selalu menciptakan kekacauan pada hakikatnya telah terjajah oleh kilesa (nafsu kebencian, keserakahan, dan ketidaktahuan). Kilesa adalah penyebab mengapa manusia bersikap tidak adil, baik dengan sesama manusia, terhadap makhluk lain, dan lingkungan. Musuh kita bukanlah sesama manusia, maupun makhluk hidup lainnya, melainkan emosi-emosi yang merusak tersebut adalah musuh yang sesungguhnya. Manusia telah menjadi budak kilesa, menguasai pikiran sehingga mendorong mereka melakukan kejahatan. Hal inilah sesungguhnya yang menjajah diri manusia dan menjadi musuh terbesar yang harus ditaklukkan. Dalam Dhamma dinyatakan ada tiga macam kilesa:
Vitikkama kilesa
Kilesa yang pertama adalah vitikkamakilesa yaitu tingkat kekejaman yang menyakiti makhluk hidup secara fisik atau melalui ucapan, kekotoran batin berupa pelanggaran (Mahasi Sayadaw, 2016:28). Tindakan kejahatan seperti pembunuhan, kekerasan, pemerasan, korupsi dan intoleransi adalah ciri-ciri dari kotoran batin yaitu vitikkamakilesa. Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengatasi kejahatan tersebut adalah dengan meningkatkan moral, etika, dan akhlak bangsa yang disebut sila.
Dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan yang termasuk dalam kelompok sila yakni melatih diri dalam perbuatan yang benar, ucapan yang benar, dan penghidupan yang benar. Sebagai seorang perumahtangga dalam ajaran Sang Buddha, mereka melaksanakan latihan untuk tidak membunuh, mencuri, berbuat asusila, berbohong, dan mabuk-mabukan.
Dengan moral yang baik, pelanggaran hak asasi manusia tidak akan terjadi, sehingga kebebasan dan kemerdekaan akan menjadi hak semua bangsa dan negara.
Pariyutthana kilesa
Kilesa yang kedua adalah pariyutthanakilesa yaitu kotoran batin yang timbul hanya pada pikiran. Dalam buku kotbah tentang Sallekha Sutta, mengatakan pariyutthana kilesa adalah"pikiran-pikiran agresif yang kita miliki disebut kekotoran batin aktif" (Mahasi Sayadaw, 2016:28).Pikiran-pikiran yang agresif inilah yang menjadi kondisi munculnya perbuatan buruk melalui ucapan dan juga tindakan.
Kotoran batin yang termasuk di dalam pariyutthana kilesa yaitu nafsu indrawi, niat jahat, kemalasan, kecemasan, dan keraguraguan. Kilesa menciptakan kekacauan pada pikiran manusia yang kemudian juga mengakibatkan kekacauan di luar dirinya. Guru Agung Buddha Gotama sangat menekankan agar bagaimana seseorang dapat melatih pikirannya. Untuk mengatasi kotoran batin berupa pariyutthana kilesa ini, seseorang bisa melatih diri dengan praktik samadhi yaitu melatih diri dalam upaya benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.
Praktik samadhi akan mengkondisikan pikiran menjadi tenang. Dalam Saraniya-dhamma Sutta Sang Buddha juga menjelaskan mengkondisikan pikiran dengan cinta kasih dapat menciptakan kerukunan dan persatuan. Syair Dhammapada 1:5 menyatakan "Di dunia ini, kebencian tidak pernah berakhir jika dibalas dengan membenci. Kebencian akan berakhir kalau dibalas dengan cinta kasih".
Oleh karena itu pengendalian pikiran dalam praktik samadhi sangatlah membantu menciptakan kedamaian di dalam. Jika kedamaian di dalam telah dikondisikan, maka kedamaian di luar bukanlah sebuah keniscayaan.
Anussaya kilesa
Ketika ada kondisi yang mendukung, maka vitikkamakilesa dan pariyutthana kilesa akadapat muncul kembali pada pikiran. Inilah yang disebut sebagai kilesa yang ketiga yaitu anussayakilesa yakni kotoran batin yang halus dan tidak mudah terdeteksi. Selama batin belum tercerahkan, selama itu pula manusia akan terus diperbudak oleh kilesa. Kotoran batin hanya dapat dilenyapkan dengan pengembangan kebijaksanaan (panna) meliputi: yang pertama pandangan benar yaitu melihat segala sesuatu apa adanya bukan seperti apa yang kita inginkan.
Mengerti apa yang baik dan apa yang buruk,memahami hukum kamma dan akibatnya sehingga mengambil jalan perenungan yang berujung dengan vipassana.
Kebijaksanaan yang kedua yaitu pikiran benar: pikiran-pikiran yang tidak membahayakan, pikiran tanpa kekejaman, pikiran yang melepaskan kenikmatan seksual. Melalui praktik kebijaksanaan dengan hidup berkesadaran, kotoran batin tidak akan mudah muncul menguasai pikiran.
Memiliki kesadaran terhadap manfaat hidup dalam praktik cintakasih dan kasih sayang adalah sangat penting. Dalam syair Dhammapada dikatakan "sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka akan binasa; tetapi mereka yang dapat menyadari kebenaran ini akan segera mengakhiri semua pertengkaran" (Dhammapada, Yamaka Vaga:VI).
Berdasarkan penjelasan tentang kotoran batin diatas, kita mengetahui bahaya akibat dari pikiran jahat bagi seseorang, bagi golongan tertentu, bagi suatu bangsa, bahkan bagi umat manusia. Oleh karena itu saat ini diperlukan kedewasaan dalam berpikir, berucap dan bertindak.
Dalam Dhamma dijelaskan sebagai dasar perdamaian dunia, Sang Buddha mengatakan di dalam (Anguttara Nikaya, II) ada dua hal yang harus dimiliki yaitu Hiri (perasaan malu berbuat jahat) dan Ottapa (takut akan akibat perbuatan jahat). Dua hal ini sering disebut sebagai Lokapala Dhamma atau Dhamma pelindung dunia.
Penutup
Ketika pikiran dikuasai oleh kilesa, maka seseorang kemudian bersikap tidak adil dan menciptakan kekacauan. Dalam syair Dhammapada sangat jelas dikatakan "Walaupun seseorang dapat menaklukan beribu-ribu musuh dalam beribu pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah mereka yang dapat menaklukkan dirinya sendiri" (Dhammapada, Sahassa Vagga:103). Kita masih terjajah oleh kilesa karena belum menaklukkan diri sendiri. Terdapat tiga macam kilesa yaitu vitikkamakilesa, pariyutthana kilesa dan anussaya kilesa.
Ketiga kilesa ini dapat dilenyapkan dengan praktik sila, samadhi, dan panna. Mempraktikkan ketiga hal tersebut dapat menciptakan kerukunan, dan persatuan serta menjadi sebab untuk mencapai kebebasan dan kebahagiaan sejati.
Referensi:
- Bhikkhu Bodhi. 2015. Anguttara Nikaya Khotbah-Khotbah Numeral Sang Buddha. Jakarta Barat. DhammaCitta Press.
- Mahasi Sayadaw.2 016. Khotbah Tentang Sallekha Sutta. Jawa Barat. Yayasan Satipatthana Indonesia (Yasati).
- Sayadaw Sunanda. 2018.Tanya Jawab Dhamma. Jawa Barat. Yayasan Satipatthana Sutta.
- Wijano, Win. 2012. Dhammapada. Tanpa Kota. Bahussuta Society.