Dungu Vs Bijaksana
Asevana ca balanam, panditananca sevana, etammangalamuttamam.
Tak bergaul dengan orang-orang dungu, bergaul dengan para bijaksanawan, itulah berkah utama.
(Mangala Sutta, Khuddaka Nikaya)
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Tak bergaul dengan orang-orang bodoh adalah berkah utama.
Secara harfiah makna dari kalimat “Asevana ca Balanam” adalah “tidak bergaul dengan, atau tidak bekerja sama dengan, orang yang bodoh”. Kata “Bala” diartikan sebagai orang bodoh.
Anjuran yang terkandung di dalam kalimat ini adalah agar seseorang tidak mencari dan mengikuti mereka yang tidak bijaksana. Dengan kata lain mengikuti cara dan sikap orang yang tidak bijaksana adalah kebodohan.
Karakter seseorang men-cerminkan pergaulannya. Bila se-seorang bergaul dengan mereka yang bodoh, dengan sendirinya ia pun akan menjadi bodoh dan tidak bijaksana. Berteman atau bergaul dengan orang-orang bodoh dibaratkan seperti berikut: bagaikan daun pisang yang digunakan untuk membungkus daging atau ikan yang berbau busuk, walaupun daging atau ikannya sudah dibuang tetapi daunnya akan tetap tercium bau busuk.
Dalam Anguttara Nikaya III.2, Guru Agung Buddha menjelaskan bahwa ada 3 karakteristik orang bodoh, yaitu: perbuatan buruk melalui jasmani, perbuatan buruk melalui ucapan, dan perbuatan buruk melalui pikiran.
Kerugian Bergaul dengan orang yang tidak bijaksana:
Dalam Anguttara Nikaya III.117, Guru Agung Buddha menjelaskan bahwa ada tiga kegagalan salah satunya yaitu: seseorang gagal dalam berperilaku bermoral. Di sini, seseorang membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan perbuatan seksual yang salah, berbicara bohong, mengucapkan ucapan memecah belah, berbicara kasar, dan bergosip. “Karena kegagalan dalam perilaku bermoral, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan buruk, di alam rendah, di neraka.”
Bergaul dengan orang-orang bijaksana adalah berkah utama.
Bergaul dengan orang bijaksana adalah berkah utama. Dikata-kan demikian karena bergaul dengan orang bijaksana banyak membawa keuntungan, banyak membawa manfaat. Orang bijaksana adalah orang yang mengerti kebaikan sebagai suatu kebaikan dan kejahatan sebagai suatu kejahatan. Perbuatannya cenderung ke arah yang baik, karena orang bijaksana bisa membedakan mana perbuatan baik yang harus di-lakukan dan mana perbuatan buruk yang harus ditinggalkan. Orang bijaksana mengerti bahwa melaku-kan kebaikan akan berakibat kebahagiaan dan melakukan kejahat-an akan membuahkan penderitaan.
Berteman atau bergaul dengan orang bijaksana diibaratkan seperti: daun pisang yang diguna-kan untuk membungkus bunga-bunga atau kayu cendana yang wangi, meskipun bunganya atau kayu cendananya telah dibuang, tetapi daun pisangnya akan tercium bau yang wangi. Begitu juga bila kita berteman atau bergaul dengan orang yang bijaksana, maka tindakan dan perbuatan kita akan ikut terpengaruh menjadi bijaksana, seperti yang dilakukan oleh orang yang bijaksana. Kita akan men-contoh hal-hal yang baik, nama kita pun akan ikut menjadi baik karena bergaul dengan orang yang baik.
Dalam Anguttara Nikaya III.2, Guru Agung Buddha menjelaskan bahwa ada 3 karakteristik orang bijaksana, yaitu: perbuatan baik melalui jasmani, perbuatan baik melalui ucapan, dan perbuatan baik melalui pikiran.
Manfaat Bergaul dengan orang yang bijaksana:
- Dalam Anguttara Nikaya III.117, Guru Agung Buddha menjelaskan bahwa ada tiga keberhasilan salah satunya yaitu: seseorang berhasil dalam berperilaku bermoral. Di sini, seseorang menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak di-berikan, menghindari melakukan perbuatan seksual yang salah, menghindari kebohongan, meng-hindari ucapan memecah belah, menghindari berbicara kasar, dan menghindari bergosip. “Karena keberhasilan dalam perilaku bermoral, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga.”
- Dalam Anguttara Nikaya X.1, Guru Agung Buddha menjelaskan perilaku bermoral yang bermanfaat secara bertahap mengarah pada yang terunggul yaitu: “Demikianlah, Ananda, (1)-(2) tujuan dan manfaat dari perilaku bermoral yang bermanfaat adalah ketidakmenyesalan; (3) tujuan dan manfaat dari ketidakmenyesalan adalah kegembiraan; (4) tujuan dan manfaat dari kegembiraan adalah sukacita; (5) tujuan dan manfaat dari sukacita adalah ketenangan; (6) tujuan dan manfaat dari ketenangan adalah kenikmatan; (7) tujuan dan manfaat dari kenikmatan adalah konsentrasi; (8) tujuan dan manfaat dari konsentrasi adalah pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagai-mana adanya; (9) tujuan dan manfaat dari pengetahuan dan penglihatan sebagaimana adanya adalah kekecewaan dan kebosanan; (10) tujuan dan manfaat dari kekecewaan dan kebosanan adalah pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.