x

MENAPAKI JALAN MENUJU AKHIR

“Nāhaṁ taṁ gamanena lokassa antaṁ ñāteyyaṁ daṭṭheyyaṁ patteyya’nti vadāmi. Na cāhaṁ, āvuso, appatvāva lokassa antaṁ dukkhassa antakiriyaṁ vadāmī”ti.
"Wahai kawan, saya tidak mengatakan bahwa dengan pengembaraan dapat diketahui, dilihat, dan dicapai akhir loka. Namun, kawan, 
saya mengatakan bahwa tanpa mencapai akhir loka, 
akhir dukkha pun tidak dicapai.”

—Rohitassasutta, Rohitassavagga, Catukkanipātapāḷi, Aṅguttaranikāya, Suttapiṭaka


    DOWNLOAD AUDIO

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Resi Rohitassa yang Mencari Akhir Loka
Dikisahkan pada Rohitassa-sutta, yang terdapat di Saṁyutta-nikāya (S i 61–62) dan Aṅguttara-nikāya (A ii 47–49). Suatu ketika, sesosok putra dewa bernama Rohitassa menghampiri Sang Buddha ketika hari menjelang pagi di hutan Jeta. Putra dewa tersebut menanyakan kemungkinan seseorang yang melakukan pengembaraan menemukan akhir loka, tempat padamnya kelahiran, tidak ditemukan usia tua, serta bebas dari kematian. Sang Buddha menjawab bahwa perihal tersebut adalah tidak mungkin.

Putra dewa tersebut pun setuju dengan Sang Buddha karena di kehidupan lampau, Rohitassa adalah seorang resi yang mahir dalam melakukan pengembaraan. Ia bahkan dapat melakukan perjalanan di angkasa. Kecepatannya bagai anak panah ringan yang melintasi bayangan pohon lontar. Akan tetapi, seratus tahun ia mengembara belum juga dapat menemukan akhir loka, sebagaimana yang diharapkannya.

Pemahaman dan Pemilahan Loka
Secara umum, loka dimengerti sebagai dunia, yaitu alam semesta ini beserta segala isinya. Akan tetapi, yang dimaksud sebagai loka sesungguhnya adalah keberadaan lujjati alias tercerai-berai (S iv 52). Dalam permaknaan lain, dunia ini adalah sebuah bentukan yang selalu menghancur, semrawut, dan berciri tidak tetap. Selain itu, juga merupakan keberadaan yang pada umumnya dipilah-pilah.

Terkait dengan pemilahan, loka bisa dipilah dalam tiga sudut pandang, yaitu: okāsaloka alias pemilahan tempat-tempat, sattaloka alias pemilahan makhluk-makhluk, dan saṅkhāraloka alias pemilahan pembentuk-pembentuk (ItA ii 81). Namun, ketiga pemilahan tersebut bukanlah perihal yang terpisah-pisah. Sebagai contoh, ketika kita membedakan dunia manusia dan dunia hewan, kita memilah berdasarkan sattaloka, meskipun secara tempat (okāsa) berada di dunia yang sama.

Sementara, yang dimaksud dengan saṅkhāraloka adalah pemilahan pembentuk-pembentuk batiniah dan jasmaniah yang secara ringkas bisa dimengerti sebagai pañcaupādānakkhandhā (Vbh 194). Lima gugusan tempat munculnya kemelekatan yang dimengerti sebagai diri karena pengertian keliru. Karena salah memahami, menjadi perihal yang digandrungi, dilekati sehingga munculnya penderitaan. Inilah mengapa disebutkan bahwa tanpa mencapai akhir loka, akhir dukkha pun tidak bisa dicapai.

Jalan Menuju Akhir Loka
Setelah memahami bahwa akhir loka identik dengan akhir dukkha, kita dapat mengerti bahwa yang disebut sebagai jalan menuju akhir loka adalah Ariya-aṭṭhaṅgika-magga, bukan yang lainnya. Jalan ini adalah satu, hanya saja memiliki delapan unsur yang perlu dimunculkan secara simultan. Tidak bisa terpisah-pisah.

Akan tetapi, unsur yang pertama, yakni sammādiṭṭhi, harus dikedepankan. Karena, pandangan adalah fondasi awal seseorang melakukan segala sesuatu. Tanpa pandangan yang benar, sudah bisa dipastikan bahwa pikirannya, ucapannya, tindakannya, penghidupannya, usahanya, pengingatannya, serta keteguhannya akan keliru.

Pandangan yang benar merupakan bagian dari kebijaksanaan (paññā), yang bisa dimunculkan melalui mendengar, memikirkannya, dan mengembangkan (D iii 219). Dengan demikian, langkah awal kita praktik Sang Jalan adalah dengan banyak mendengar uraian terkait Empat Kebenaran Mulia, kemudian banyak memikirkannya, serta mengembangkannya dalam praktik menyelidiki kelima gugusan sampai benar-benar tuntas.

Daftar Rujukan:
Rujukan Utama:
Carpenter, J. E. (Ed.). (1976). The Dīgha Nikāya (Vol. III). London: The Pali Text Society.
Davids, R. (Ed.). (1978). The Vibhaŋga: the Second Book of the Abhidhamma Piṭaka. London: The Pali Text Society.
Feer, M. L. (Ed.). (1975). Saṃyutta-Nikāya: Khandha-Vagga (Vol. III). London: The Pali Text Society.
Feer, M. L. (Ed.). (1991). The Saṃyutta-Nikāya of the Sutta-Piṭaka: Sagātha-Vagga (Vol. I). Oxford: Pali Text Society.
Morris, R. (Ed.). (1976). Aṅguttara-Nikāya: Catukka-Nipāta (Vol. II). London: The Pali Text Society.

Rujukan Pengulas:
  • Bose, M. M. (Ed.). (1977). Paramattha-Dīpanī Iti-Vuttakaṭṭhakathā (Iti-Vuttaka Commentary) of Dhammapālācariya (Vol. II). London: The Pali Text Society.


Text Dhammadesanā dan Informasi Kegiatan Dapat Dilihat di Link Berikut: https://drive.google.com/file/d/1d-Pi-wowHoXBuZSR3ogAUjiqECxnTTHH/view?pli=1

Dibaca : 7323 kali