x

MEMPEROLEH BUAH YANG MAKSIMAL DALAM BERDANA

Puññañce puriso kayirā, kayirā naṃ punappunaṃ. 
Tamhi chandaṃ kayirātha, sukho puññassa uccayo.
Apabila seseorang berbuat bajik, hendaklah dia mengulangi perbuatannya itu dan bersuka cita dengan perbuatannya itu, sungguh membahagiakan akibat dari memupuk perbuatan bajik.
[Dhammapada, Papa Vagga: 118]


    DOWNLOAD AUDIO

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Tiga Syarat Dalam Berdana
Ada hal yang patut diperhatikan dalam berdana sehingga memperoleh hasil yang maksimal. Seseorang yang berdana diumpamakan seperti seorang petani yang menabur benih di ladang yang subur, sehingga akan memperoleh hasil panen yang maksimal. Ladangnya subur, benih yang ditanam unggul, tetapi petaninya tidak terampil, maka hasil yang diperoleh tidak akan maksimal. Yang kedua petaninya terampil, benihnya benih yang baik, tetapi ladangnya gersang, juga tidak akan memperoleh hasil yang maksimal. Yang ketiga, Ladang subur, petaninya terampil, tetapi benihnya rusak, juga tidak akan memberikan hasil yang baik. Seseorang dalam bertani jika ingin memperoleh hasil panen yang maksimal, maka ketiga hal tersebut harus mendukung, ladang harus subur, benihnya tidak rusak, dan petaninya juga terampil. 

Seseorang yang berbuat kebajikan dengan berdana hendaknya seperti seorang petani yang menanam benih di ladang yang subur. Ladang yang ideal dalam Dhamma dikatakan adalah seorang Arahat, Anāgāmi, Sakadagami, Sotāpanna, kepada orang yang bermoral, dan berbudi luhur. Benihnya adalah apa yang seseorang danakan haruslah bersih, haruslah baik, bukan hasil dari melakukan kejahatan, dan barang tersebut haruslah yang bermanfaat. Petani adalah mereka yang berdana haruslah juga terampil. Berbahagia sebelum memberi, ketika memberi dan setelah memberi. Ketika ketiga hal ini terpenuhi maka kualitas dari kebajikan yang dilakukan akan memberikan hasil yang maksimal. 

Kisah Lajadevadhita
Suatu ketika Mahakassapa Thera sedang berdiam di gua Pippali dan berada dalam suasana batin khusuk bermeditasi mencapai konsentrasi tercerap (samapatti) selama tujuh hari. Segera setelah Beliau bangun dari samapatti, Beliau berkeinginan memberi kesempatan pada seseorang untuk mendanakan sesuatu kepada orang yang baru bangkit dari samapatti. 

Beliau melihat keluar dan menemukan seorang pelayan muda sedang menabur jagung di halaman rumah. Maka Thera berdiri di depan pintu rumahnya untuk menerima dana makanan. Wanita itu meletakkan seluruh jagungnya ke mangkuk Thera. Ketika wanita itu pulang setelah mendanakan jagung kepada Thera, dia dipatuk oleh seekor ular berbisa dan meninggal dunia. Dia terlahir kembali di alam surga Tavatimsa dan dikenal sebagai Lajadevadhita. “Laja” berarti jagung. 

Laja menyadari bahwa dia terlahir kembali di alam surga Tavatimsa karena dia telah berdana jagung kepada Mahakassapa Thera, maka ia sangat menghormati Mahakassapa Thera. Kemudian Laja memutuskan, dia harus melakukan jasa baik kepada Thera agar kebahagiaannya dapat bertahan. Jadi setiap pagi wanita itu pergi ke vihara tempat Thera berdiam, menyapu halaman vihara, mengisi air dalam kolam mandi, dan melakukan jasa-jasa lainnya. 

Pada mulanya Thera berpikir samanera-samanera yang melakukan pekerjaan tersebut. Tetapi pada suatu hari Thera mengetahui yang melakukan pekerjaan tersebut adalah dewi wanita. Kemudian Thera memberi tahu dewi wanita tersebut untuk tidak datang ke vihara itu lagi. Orang-orang akan membicarakan hal-hal yang tidak baik jika dia tetap datang ke vihara. Mendengar hal itu, Lajadevadhita sangat sedih, menangis dan memohon kepada Thera, “Tolong jangan hancurkan kekayaan dan harta benda saya.” 

Sang Buddha mendengar tangisannya dan kemudian mengirim cahaya dari kamar harum Beliau dan berkata kepada dewi wanita tersebut, “Devadhita, itu adalah tugas murid-Ku Kassapa untuk melarangmu ke vihara, melakukan perbuatan baik adalah tugas seseorang yang berniat besar memperoleh buah perbuatan baik. Tetapi, sebagai seorang gadis, tidak patut untuk datang sendirian dan melakukan berbagai pekerjaan di vihara.” Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut: “Apabila seseorang berbuat bajik, hendaklah dia mengulangi perbuatannya itu dan bersuka cita dengan perbuatannya itu, sungguh membahagiakan akibat dari memupuk perbuatan bajik”. Setelah mendengarkan Syair ini Lajadevadhita mencapai tingkat kesucian sotapatti.

Kesimpulan
Dalam seseorang berdana tidak hanya memperhatikan kesiapan materi yang akan berikan, tetapi juga sangat penting untuk memperhatikan kesiapan mental. Niat yang baik dan batin yang murni seorang pemberi dan mereka yang akan menerima dana juga sangat menentukan kualitas buah kebajikan yang akan seseorang peroleh. Oleh karena itu agar memperoleh buah kebajikan yang baik ketika berdana, tanamlah kebajikan dengan berdana seperti seorang petani yang terampil menanam benih di ladang yang subur.


Text Dhammadesanā dan Informasi Kegiatan Dapat Dilihat di Link Berikut: https://drive.google.com/file/d/145Da4q8UjQU3avBiyP9cANJCmk5NH_Sx/view

Dibaca : 7128 kali