Hidup Dekat Dengan Dhamma
”Orang yang sejahtera mudah diketahui, orang yang menghadapi penderitaan mudah juga diketahui.Orang yang mencintai Dhamma akan sejahtera, dan orang yang mengingkari Dhamma akan mengalami penderitaan.”(Parabhava Sutta, Sutta Nipāta)
Buddha Bersabda:
Suatu ketika seorang bhikkhu menghampiri Sang Buddha dan berkata kepada Beliau:
Hal ini, Bhante, dikatakan, orang yang hidup dekat dalam Dhamma! Dengan cara bagaimanakah Bhante, seorang bhikkhu adalah orang yang dekat dengan Dhamma?
Di sini, seorang bhikkhu menguasai Dhamma, khotbah-khotbah, prosa Dhamma campuran, penjelasan, syair, ungkapan-ungkapan yang penuh inspirasi, ucapan-ucapan singkat, cerita-cerita kelahiran, cerita-cerita yang biasa dan lain-lainnya. Dia melewatkan hari-harinya sibuk menguasai Dhamma, dia mengabaikan kesendirian, dia tidak memaksa diri untuk memperoleh ketenangan pikiran di dalam dan selanjutnya dia tidak memahami artinya dengan kebijaksanaan. Ini disebut bhikkhu yang sibuk belajar, bukan orang yang hidup dekat dengan Dhamma.
Selanjutnya bhikkhu, seorang bhikkhu mengajarkan Dhamma secara terperinci kepada yang lain sebagaimana yang ia pelajari dan dikuasainya. Dia melewatkan hari-harinya sibuk mengajar Dhamma, dia mengabaikan kesendirian, dia tidak memaksa diri untuk memperoleh ketenangan pikiran di dalam dan selanjutnya dia tidak memahami artinya dengan kebijaksanaan. Ini disebut bhikkhu yang sibuk mengajar, bukan orang yang hidup dekat dengan Dhamma.
Selanjutnya bhikkhu, seorang bhikkhu mengulang Dhamma secara terperinci kepada yang lain sebagaimana yang ia pelajari dan dikuasainya. Dia melewatkan hari-harinya sibuk mengajar Dhamma, dia mengabaikan kesendirian, dia tidak memaksa diri untuk memperoleh ketenangan pikiran di dalam dan selanjutnya dia tidak memahami artinya dengan kebijaksanaan. Ini disebut bhikkhu yang sibuk mengulang Dhamma, bukan orang yang hidup dekat dengan Dhamma.
Selanjutnya bhikkhu, seorang bhikkhu merenung, memeriksa dan secara mental menyelidiki sebagaimana yang ia pelajari dan dikuasainya. Dia melewatkan hari-harinya sibuk mengajar Dhamma, dia mengabaikan kesendirian, dia tidak memaksa diri untuk memperoleh ketenangan pikiran di dalam dan selanjutnya dia tidak memahami artinya dengan kebijaksanaan. Ini disebut bhikkhu yang sibuk merenung, bukan orang yang hidup dekat dengan Dhamma.
Tetapi di sini bhikkhu, seorang bhikkhu yang menguasai Dhamma, khotbah-khotbah dan lain-lainnya. Dia tidak melewatkan hari-harinya sibuk menguasai Dhamma dan tidak mengabaikan kesendirian, dia memaksa diri untuk memperoleh ketenangan pikiran di dalam dan selanjutnya dia memahami artinya dengan kebijaksanaan, bhikkhu seperti itulah yang hidup dekat dengan Dhamma.
Jadi, bhikkhu, Aku telah mengajar tentang bhikkhu yang sibuk belajar, tentang bhikkhu yang sibuk mengajar, tentang bhikkhu yang sibuk mengulang, tentang bhikkhu yang sibuk merenung, dan tentang bhikkhu yang hidup dekat dengan Dhamma. Apa pun yang seharusnya dilakukan oleh guru yang welas asih, yang karena kasih sayangnya mencari kesejahteraan bagi para siswanya, itulah yang telah Aku lakukan untuk kalian. Ini adalah akar-akar pohon, O bhikkhu, ini adalah gubuk-gubuk yang kosong. Bermeditasilah bhikkhu, jangan lalai, jangan sampai kalian menyesal nantinya. Inilah instruksi kepada kalian. (A?guttara Nik?ya V, 73 & 74)
Indahnya Dhamma
Khotbah Sang Buddha di atas mengajak kita semua untuk menjadi orang yang berkualitas bukan hanya pada sisi intelektual semata tetapi juga pada sisi batin. Banyak orang mengukur keberhasilan seseorang dari kemampuan intelektualnya bukan dari kualitas batin. Orang seringkali mengeluk-elukan orang yang piawai dalam pengetahuan dan pembabaran Dhamma. Padahal itu belum menjadi ukuran kualitas seseorang.
Dekat dengan Dhamma bukan karena seseorang memiliki pengetahuan yang banyak, tetapi diukur dari kemampuan orang tersebut bisa mengubah karakter yang tidak baik menjadi baik. Untuk menjadi orang baik seharusnya manusia mempraktikkan Dhamma. Dengan praktik Dhamma inilah moral dan mental manusia akan semakin baik.
Dhamma ini sangat indah, apalagi jika dipraktikkan dalam kehidupan kita. Dhamma yang indah ini seharusnya diimbangi dengan praktik Dhamma dalam keseharian kita. Dhamma seharusnya menjadi pedoman hidup berkeluarga, bekerja, bermasyarakat, dan dimanapun kita berada. Alangkah indahnya jika Dhamma yang indah ini bisa menjadi pedoman hidup manusia. Kehidupan ini akan mengarah pada kehidupan yang bahagia dan sejahtera jika manusia hidup dekat dengan Dhamma.
Bahagia atau tidaknya manusia berpulang pada manusia itu sendiri. Ada kemauan atau tidak untuk menjadikan Dhamma sebagai pedoman hidup. Jika ada kemauan dan kemudian merealisasikannya, maka kebahagiaan itu akan menjadi miliknya.
Seringkali orang mengeluh tentang sulitnya mempraktikkan Dhamma. Sebenarnya tidak sesulit yang mereka bayangkan. Dhamma ini sangat sederhana, hanya membutuhkan kemauan untuk mempraktikkannya. Kendala yang dihadapi ketika mempraktikkan Dhamma seharusnya dijadikan tantangan untuk kemajuan batin kita. Jangan takut dengan tantangan karena kalau kita takut kita tidak pernah maju.
Kebahagiaan dan kesejahteraan ada di tangan kita. Kebahagiaan dan kesejahteraan itu muncul kalau kita hidup dekat dengan Dhamma. Dekat dengan Dhamma berarti kita berjalan di jalan Dhamma. Manusia harus berupaya dan bekerja keras untuk membangun moral dan mentalnya dengan praktik Dhamma. Semoga kedekatan kita dengan Dhamma membawa kemajuan, kebahagiaan, dan kesejahteraan.