Perubahan Adalah Pengharapan
Sabbe saṅkhārā aniccāti, yadā paññāya passati, atha nibbindati dukkhe, esa maggo visuddhiyāSegala yang terbentuk tidak kekal, bila dengan bijaksana orang melihatnya, maka dukkha tidak akan ada lagi. Inilah jalan untuk mencapai kesucian.(Tilakkhaṇādigāthā)
Sering kita mendengar kalimat perubahan, bahkan kini banyak menjadi slogan politik di beberapa bangsa dan negara, termasuk negara adidaya Amerika Serikat di antara calon presiden ada yang menggunakan slogan tersebut. Negeri kita, Indonesia 10 tahun yang lalu juga mendengungkan serta mendemonstrasikan kalimat itu dengan kata reformasi di segala bidang khususnya adalah tatanan kepemerintahan negara, yang hingga kini masih terus berjalan sampai batas waktu yang tidak ada satu pun orang berani mengatakan selesai.
Memang, kita sudah sering mendengar bahkan mengucapkan sendiri kata perubahan, namun apakah sesungguhnya kita sudah mengerti dan memahami bahkan menyelami sendiri arti kata tersebut? Perubahan adalah salah satu corak hukum dunia, yang berangkaian anicca, dukkha, dan anatta. Tiga corak hukum dunia yakni perubahan (anicca), tidak memuaskan (dukkha), dan tiada inti (anatta).
Kebanyakan orang berpikir, berasumsi, dan mengidentifikasikan bahwa perubahan itu adalah suatu kejadian yang berlangsung dari yang baik menuju ke yang buruk; menyenangkan menjadi tidak menyenangkan; sukses menjadi gagal; muda menjadi tua; sehat menjadi sakit, dan masih banyak lagi asumsi-asumsi keliru yang berkonotasikan negatif.
Perubahan (anicca), bukanlah sesuatu yang negatif, yang menjadikan seseorang pesimis, putus asa, takut, cemas, khawatir, panik, gelisah, dan lainnya. Justru, karena ada hukum perubahan itulah yang memberikan pengharapan besar bagi kita semua untuk dapat memperoleh apa yang kita cita-citakan.
Kegembiraan muncul karena adanya perubahan yang kita alami baik fisik maupun batin. Seorang anak balita begitu gembiranya saat setelah bisa memecahkan balon; seorang atlet begitu gembiranya saat menerima hadiah setelah memenangi lari maraton; seorang karyawan begitu gembira saat dinyatakan sebagai karyawan teladan setelah bekerja dengan baik. Kesenangan dan kebahagiaan muncul juga karena adanya perubahan. Mengapa, kebanyakan orang memahami, bahwa perubahan itu hanya untuk hal-hal yang berkonotasikan negatif? Karena pola pikir, pandangan hidup, dan kedewasaan batin seseorang.
Pola pikir seseorang sungguh menjadi barometer daripada proses perjalanan kehidupan bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Banyak kejadian, seperti orang benci, kesal, marah, tidak senang, tidak suka, enggan bahkan orang mengecap dia buruk, jelek, jahat, galak, garang, penipu, penjilat, pendusta, pembohong, koruptor, dengan tidak rasional.
Saat kita melihat meja yang ada kotoran ayam di ujungnya yang tidak lebih besar dari kuku jari kita, kebanyakan orang langsung mengatakan, meja ini kotor. Begitu tidak masuk akal, meja seluas itu yang hanya ada kotoran tidak satu persen dari luasnya, langsung kita klaim dan kita cap sebagai meja yang kotor. Pola pikir yang demikian itulah yang sesungguhnya merugikan bagi diri sendiri maupun pihak lain. Pola pikir yang tidak rasional merupakan hambatan, rintangan dan beban untuk seseorang bisa maju, berhasil dan berkembang dengan baik.
Bagaimana kalau hal tersebut berkaitan dengan orang lain, mungkin istri-suami, ayah-ibu, kakek-nenek, adik-kakak, sahabat-kerabat dan lain-nya, dicap dia jahat, buruk, saya tidak mau ketemu, bergaul, dan kenal dia lagi. Begitu sempitnya pemikiran yang seperti itu. Pertemanan yang sudah berjalan puluhan tahun, hanya kesalahan kecil langsung dicap diberi label dia jahat; kekeluargaan yang sudah berlangsung puluhan tahun bisa bubar karena klaim yang tidak rasional, kesalahan kecil, langsung dicap dia buruk, jahat, penipu, dan lainnya, padahal sudah hidup berdua selama puluhan tahun.
Pandangan hidup, bagaikan pelita yang kita nyalakan di ruangan yang gelap, walau pelita itu kecil, namun dapat menerangi dimana kita berada. Maka dengan penerangan yang kecil itu, kita dapat melihat mengenali dan melangkah ke jalan yang benar. Dengan pandangan benar seseorang akan dapat menyeberangi lautan dan lika-likunya jalan kehidupan. Bahwa kehidupan ini adalah proses, yang bergerak, berubah dari saat ke saat. Dengan kita memahami bahwa kehidupan ini berproses yang berarti terus mengalami perubahan dan bergulir berjalan hingga akhir terhentinya semua unsur kehidupan (Nibb?na), maka tidak seharusnya kita mengecap dan mengklaim dia atau itu buruk, jelek dan jahat. Tidak senang, kesal, cengkel, marah, apalagi dendam dan benci yang sesungguhnya beban buat mental dan batin kita, juga merupakan hambatan dan rintangan untuk maju, berhasil dan berkembang baik materiil maupun moril.
Mengapa kita tidak senang pada seseorang, padahal kejadian itu sudah berlangsung 30 tahun yang lalu? Bisa jadi orangnya yang dulu jahat, justru kini sudah lebih baik dari kita, lalu siapakah sesungguhnya yang jahat? Orang itu yang melakukan kejahatan sekali dan telah berubah, ataukah orang yang tidak senang melihat orang melakukan kejahatan dan hingga 30 tahun tidak berubah. Sungguh jahat orang yang memiliki pikiran yang tidak berubah.
Kearifan, pengertian, tanggap, waspada, sabar, hati-hati, penuh pertimbangan adalah wujud dari kedewasaan batin seseorang. Pengertian seseorang akan muncul karena analisa dan perenungan mendalam pada suatu persoalan yang terjadi sehingga seseorang tidak dengan mudahnya menuduh, menuding, dan mengecap suatu kejadian menjadi legal yang hakiki.
Semua yang ada di dunia akan berubah, justru karena ada perubahan itulah yang menjadikan kita optimis, penuh spirit, percaya diri, dan penuh pengharapan untuk maju, berkembang, bahagia dan sejahtera. Berjuanglah sesuai dengan tujuan dan kemauan baik yang diharapkan pasti akan diperolehnya. Segala yang terbentuk mengalami perubahan, orang bijaksana melihat dan mengerti dengan benar sehingga tidak diliputi oleh dukkha, itulah jalan menuju kemurnian dan kesucian.