KEBAHAGIAAN BEBAS DARI HUTANG
Ānaṇyasukhaṃ ñatvāna, Atho atthisukhaṃ paraṃ;Bhuñjaṃ bhogasukhaṃmacco, Tato paññā vipassati.Setelah mengetahui kebahagiaan bebas dari hutang,seseorang harus mengingat kebahagiaan memiliki. Menikmati kebahagiaan kenikmatan, seorang manusia melihat segala sesuatu dengan jelas melalui kebijaksanaan.(Ānaṇyasutta, Aṅguttara Nikāya 4)
Pendahuluan
Kebahagiaan merupakan keinginan dan harapan yang sangat lumrah, yang diharapkan oleh manusia dalam kehidupan ini maupun kehidupan di masa mendatang. Makhluk apapun pasti tidak mau menderita, baik secara fisik maupun mental. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa manusia sendiri tidak ingin menderita, bahkan menginginkan kebebasan dan kebahagiaan dalam kehidupan saat ini juga. Dalam perkembangan ekonomi saat ini, manusia dituntut untuk bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan di era saat ini semua serba instant. Serta tidak jarang berhutang adalah salah satu cara atau upaya yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan karena desakan ekonomi. Akan tetapi bahayanya, hutang sendiri menjadi beban pikiran dan persoalan dalam kehidupan ini, membuat seseorang menderita, maka tidak salah Sang Buddha menyatakan salah satu kebahagiaan yang bisa dinikmati adalah kebahagiaan bebas dari hutang. Hidup sederhana tanpa menuruti nafsu keinginan adalah salah satu kunci agar hidup bebas dari hutang.
Isi
Sang Buddha menjelaskan dalam A?guttara Nik?ya, Catukka Nip?ta, ?na?yasutta tentang empat jenis kebahagiaan yang dapat dicapai oleh seorang umat awam yang menikmati kenikmatan indria, bergantung pada waktu dan situasinya kepada An?thapindika. Di mana empat kebahagiaan itu meliputi:
1.Kebahagiaan memiliki (Atthisukha)
Berkenaan dengan memiliki harta kekayaan materi yang diperoleh melalui mata pencaharian benar, menghindari perdagangan tercela seperti berdagang minum-minuman keras, racun dan perbudakan.
Di sini, seorang anggota keluarga telah memperoleh kekayaan melalui usaha penuh semangat, yang dikumpulkan melalui kekuatan tangannya, yang didapat melalui keringat di alis matanya, kekayaan yang benar yang diperoleh dengan cara yang benar. Ketika ia berpikir, aku telah memperoleh kekayaan melalui usaha penuh semangat, yang dikumpulkan melalui kekuatan tangannya, yang didapat melalui keringat di alis matanya, kekayaan yang benar yang diperoleh dengan cara yang benar. Ini disebut kebahagiaan memiliki.
Tentu dalam hal ini kebahagiaan memiliki tidak hanya meliputi materi, melainkan kebahagiaan memiliki keluarga yang harmonis, keturunan, dan sahabat-sahabat yang baik.
2.Kebahagiaan menikmati (Bhogasukha)
Di sini, dengan kekayaan yang diperoleh melalui usaha penuh semangat itu, dikumpulkan melalui kekuatan tangannya, yang didapat melalui keringat di alis matanya, kekayaan benar yang diperoleh dengan cara yang benar, seorang anggota keluarga menikmati kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Ketika ia berpikir, Dengan kekayaan yang diperoleh melalui usaha penuh semangat itu, dikumpulkan melalui kekuatan tangannya, yang didapat melalui keringat di alis matanya, kekayaan benar yang diperoleh dengan cara yang benar, seorang anggota keluarga menikmati kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, ia mengalami kebahagiaan dan kegembiraan. Ini disebut kebahagiaan menikmati.
Kehadiran diri seutuhnya menjadi kunci seseorang bisa merasakan kebahagiaan menikmati, karena tidak jarang seseorang tidak hadir seutuhnya saat menikmati kebahagiaannya. Sebagai contoh, ketika makan bersama tidak sedikit dari kita ini lebih sibuk dengan handphonenya. Kita sendiri tidak menikmati seutuhnya rasa makan itu, menyadari setiap sendok nasi dan sayur dan lain sebagainya. Maka sangat penting untuk bisa menghadirkan diri seutuhnya secara jasmani, hati dan pikiran.
Ketika memiliki kekayaan seseorang tidak berfoya-foya, bersenang-senang, tidak terkendali dalam hal makanan dan minuman. Pola seperti ini akan mendatangkan musibah berupa penyakit, oleh karena itu di dalam Dhamma kesahajaan dalam makanan sangat dipuji. Bisa menikmati kekayaan dengan bijak dan benar.
3.Kebahagiaan bebas dari hutang (Ananasukha)
Secara ekonomi, jika seseorang benar-benar dapat bebas dari hutang, sesungguhnya ia merupakan orang yang sangat beruntung. Untuk menjadi benar-benar tidak memiliki hutang dalam masyarakat, seseorang harus melaksanakan kewajiban-kewajiban dengan teliti. Di sini, seorang anggota keluarga tidak memiliki hutang pada siapapun, apakah banyak atau sedikit. Ia mengalami kebahagiaan dan kegembiraan. Ini disebut kebahagiaan bebas dari hutang. Sehingga secara psikologis seseorang tidak mengalami gangguan karena memikirkan hutang.
Beberapa dampak yang ditimbulkan karena hutang di antaranya adalah sebagai berikut:
a.Tidak bisa tidur dengan nyenyak
b.Jadi sering berbohong
c.Tidak bisa belanja dengan bebas
d.Merasa was-was
e.Putusnya jalinan pertemanan, persahabatan bahkan keluarga
f.Terjebak dalam perasaan menyesal mendalam
g.Kehilangan kepercayaan dari orang-orang terdekat
Tentunya saat seseorang bebas dari hutang, maka seseorang terhindar dari dampak-dampak yang disebutkan di atas. Upaya yang dapat dilakukan untuk bebas dari hutang adalah dengan mengembankan praktik hidup yang seimbang (Samajivita). Di sini, seorang anggota keluarga mengetahui pendapatan dan pengeluarannya dan menjalani kehidupan seimbang, mengerti akan keinginan dan kebutuhan yang harus dipenuhi.
4.Kebahagiaan tanpa cela (Anavajasukha)
Kepuasaan menjalani kehidupan tanpa cela adalah bentuk tertinggi dari kepuasan yang dapat dimiliki oleh perumah tangga. Setiap masyarakat memiliki kode etik yang harus diikuti oleh para anggotanya. Menurut Dhamma, kode etik minimum yang mengatur umatnya adalah pacasila (lima sila). Tidak membunuh, mencuri, berbuat asusila, berbohong, dan tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang menyebabkan lemahnya kesadaran. Apabila seseorang mempraktikkan kebajikan-kebajikan ini, maka ia dapat memiliki kepuasan dari menjalani kehidupan yang benar. Menghindari melakukan sesuatu yang tidak ingin orang lain lakukan kepada diri kita adalah prinsip dasar kita melakukan kebajikan ini. Dalam Dhamma diajarkan tentang hiri dan ottappa, yaitu rasa malu dan takut untuk berbuat jahat, sebagai deva Dhamma atau kualitas-kualitas surgawi. Ini adalah kualitas-kualitas dasar manusia yang membedakan manusia dengan dunia hewan.
Kesimpulan
Memang tidak mudah bukan berarti kita pasrah dalam menghadapi kehidupan saat ini. Dalam perkembangan ekonomi yang sangat pesat kita dituntut untuk kerja cepat tidak bermalas-malasan, apalagi bekerja di perusahaan yang sudah menentukan dateline. Maka tidak heran banyak tenaga manusia sekarang ini telah digantikan dengan tenaga mesin. Keinginan yang melebihi batas kemampuan sering menjadi pemicu seseorang berhutang, sebagai upaya untuk memenuhi keinginannya, sehingga tidak sedikit manusia menderita karena kepikiran hutang yang belum lunas, hidup was-was, tidur tidak pulas, belanja pun tidak bebas.
Untuk itu dibutuhkan hidup yang seimbang (Samajivita) dalam upaya membebaskan diri dari hutang. Mengerti kemampuan diri sehingga tidak memaksakan keinginan melebihi kemampuan yang dimiliki. Merasa puas dengan apa yang dimiliki adalah kunci bagi seseorang merasakan kebahagiaan memiliki, menikmati serta kebahagiaan tanpa cela.
Referensi:
-https://legacy.suttacentral.net/id/an4.62 diakses tanggal 17 April 2018 pukul 18.00 WIB.
-https://www.meirida.my.id/2015/05/pzngaruh-utang-terhadap-psikologis.html diakses pada tanggal 17 April 2018 pukul 18.19 WIB.
-R. Bogoda, Susan Elbaum Jootla, M.OC Walshe. 2013. Umat Buddha Perumah Tangga. Jakarta. Vijj?kumara.