Accī yathā vātavegena khittā, upasīvāti bhagavā. Atthaṁ paleti na upeti saṅkhaṁ; Evaṁ munī nāmakāyā vimutto, atthaṁ paleti na upeti saṅkha”nti. “Seumpama kobaran api terhempaskan tiupan angin, Upasīva,” ucap Begawan. “Padam, tidak dapat ditunjuk. Demikianlah seorang Muni yang bebas dari gugus batiniah, padam, tidak dapat ditunjuk.” —Upasīvamāṇavapucchā, Pārāyanavagga, Suttanipātapāḷi, Khuddakanikāya, Suttapiṭaka

“Tīṇimāni, bhikkhave, akusalamūlāni. Katamāni tīṇi? Lobho akusalamūlaṁ, doso akusalamūlaṁ, moho akusalamūlaṁ – imāni kho, bhikkhave, tīṇi akusalamūlānī”ti. “Wahai para bhikkhu, tiga inilah pangkal ketidakmahiran. Apakah tiga ini? Keserakahan adalah pangkal ketidakmahiran, kejengkelan adalah pangkal ketidakmahiran, kesesatan adalah pangkal ketidakmahiran.” —Mūlasutta, Paṭhamavagga, Tikanipāta, Itivuttakapāḷi, Suttapiṭaka

"Enam basis bagian dalam perlu dipahami, enam basis bagian luar perlu dipahami, enam onggokan pengetahu perlu dipahami, enam onggokan perbenturan perlu dipahami, enam onggokan pengenyaman perlu dipahami, enam onggokan kegandrungan perlu dipaham"

Pada suatu ketika, seorang bhikkhu bernama Ariṭṭha Gaddhabādhipubba memiliki pandangan melenceng, yaitu beliau menganggap bahwa perihal-perihal yang Sang Begawan katakan sebagai antarāyika dhamma adalah tidak cukup menghalangi ketika dinikmati (M i 130). Pandangan keliru ini muncul pada dirinya bersebab tidak sedikit perumah tangga yang mencapai tingkatan kesucian (MA ii 103). Didasari kejadian tersebut, Sang Begawan menetapkan peraturan Pācittiya ke-68 yang kemudian disebut sebagai Ariṭṭhasikkhāpada (Vin iv 134–135).

Kelengangan (viveka) adalah salah satu perihal penting dalam . praktik Dhamma. Tidak hanya sekadar untuk dipahami, tetapi juga senantiasa di-topang, sehingga praktik Dhamma yang dilakukan bisa disebut sebagai magganga.

Tujuan utama para pengikut Sang Buddha adalah terbebas dari dukkha. Sebagai ringkasan dari uraian Empat Kebenaran Mulia, sesuatu yang se- wajarnya memiliki kemunculan, pun sewajarnya memiliki kepadaman, ter- khusus mengenai dukkha itu sendiri.

Kesehatan adalah Keuntungan yang Terbesar
Sang Buddha mengatakan bahwa kesehatan adalah keuntungan terbesar. Beberapa mungkin berpikir, senantiasa sehat memang menguntungkan. bagaimana tidak?

Dikisahkan pada Rohitassa-sutta, yang terdapat di Samyutta nikāya (S i 61-62) dan Anguttara nikāya (A ii 47-49). Suatu ketika, sesosok putra dewa dewa bernama Buddha ketika hari menjelang pagi Rohitassa menghampiri Sang Buddha ketika hari menjelang pagi di hutan Jeta. Putra dewa tersebut menanyakan kemungkinan seseorang yang melakukan pengembaraan menemukan akhir loka, tempat padamnya kelahiran, tidak ditemukan usia tua, serta bebas dari kematian. Sang Buddha menjawab bahwa perihal tersebut adalah tidak mungkin.

Tidak sedikit makhluk yang mengidamkan kebebasan. Akan tetapi, pemahaman terkait kebebasan se-demikian beragam. Beberapa kelompok menganggap keb ebasan adalah ter-penuhinya segala kenikmatan materi. Sementara, kelompok yang lainnya menganggap terlepas sepenuhnya dari materi adalah kebebasan. Lebih lanjut, tidak hanya antar kelompok ideologi, pun individu per individu memiliki tolok ukur masing-masing terkait perihal tersebut. Lantas, bagaimanakah kebebasan sesuai dengan kacamata Dhamma?

Pada dasarnya, pengecohan bersumber dari pandangan keliru atau disebut ditthivipallasa, sehingga mengkondisikan pengecohan pengenalan atau sanna vipallasa, yang merupakan pembentuk dari pengecohan cipta atau cittavipallasa.

Lima Gugusan sebagai Perihal yang Patut Dikenali Empat Kebenaran Arya (catu-ariyasacca) patut ditembus oleh masing-masing pribadi. Namun, dalam menembus Empat Kebenaran Arya ini, pastinya kita perlu melakukannya tahap demi tahap. Sementara itu, tahapan awal yang perlu kita lakukan adalah mengenal dukkha.