Awal tahun 1976 terdapat lebih 5 (lima) bhikkhu warga negara Indonesia yang menjalani hidup kebhikkhuan di Indonesia sesuai Kitab Suci Tipi?aka Pali, Pandangan Keagamaan Buddha yang berpedoman pada Kitab Suci Tipi?aka Pali lazim disebut Therav?da (Ajaran Sesepuh).
Bhikkhu adalah seorang pria yang melepaskan kehidupan berumah-tangga untuk berusaha sepenuhnya mencapai pencerahan batin serta mengabdikan diri demi ketenteraman dan kebahagiaan masyarakat.
Sesuai dengan Vinaya (Peraturan Kebhikkhuan) seperti tersebut dalam Kitab Suci Tipi?aka Pali, para bhikkhu berhimpun dalam pasamuan yang disebut Sa?gha, yang paling sedikit harus terdiri dari 5 (lima) bhikkhu.
Fungsi kebhikkhuan seperti pelantikan bhikkhu baru, penyelesaian kasus pelanggaran vinaya, dan kewajiban-kewajiban para bhikkhu lainnya harus dilakukan dalam forum Sa?gha. Sangha memberikan peluang belajar (pariyatti), berlatih (patipatti), serta memperoleh hasil pelaksanaan (pativedha) Dhamma bagi mereka yang sanggup menjalani kehidupan sebagai bhikkhu. Di samping fungsinya bagi para bhikkhu tersebut di atas; Sa?gha juga merupakan penjaga keyakinan (saddh?), pemelihara moral (sila), tumpuan bakti (caga), dan penumbuh kebijaksanaan (pañña) umat Buddha.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan dengan dorongan keyakinan kepada Tiratana, maka dibentuklah SA?GHA THERAV?DA INDONESIA di Vih?ra Maha Dhammaloka (sekarang Vih?ra Tanah Putih), Semarang; pada tanggal 23 Oktober 1976. Adapun para bhikkhu yang mencetuskan gagasan dan membentuk Sa?gha Therav?da Indonesia adalah 5 (lima) bhikkhu Indonesia:
1. Bhikkhu Aggabalo
2. Bhikkhu Khemasarano
3. Bhikkhu Sudhammo
4. Bhikkhu Khemiyo
5. Bhikkhu Ñanavuttho
Bhikkhu Aggabalo diangkat menjadi Sekretaris Jenderal yang pertama dalam Sa?gha Therav?da Indonesia.
Sa?gha Therav?da Indonesia dibentuk oleh para bhikkhu yang bukan anggota dari Sa?gha yang sudah ada di Indonesia pada waktu itu.
Kepemimpinan Sa?gha Therav?da Indonesia ditangani oleh Dewan Pimpinan Sa?gha (Karaka Sa?gha Sabha) Sa?gha Therav?da Indonesia.